Biografi

Kamis, 25 November 2010

Hujan

Aku suka hujan
Entah kenapa
Aku juga heran
Tapi aku memang sangat suka hujan
Ada rasa nyaman
Saat hujan mengguyur
Bersama kenangan indah
Yang nyaris terkubur

Makassar, 26 November 2010
Di sore yang amat tenang karena hujan

Sabtu, 20 November 2010

Anganku, bayangmu

Telah kulihat dan kudengar
Ingin hati memilikinya
Tapi tak kunjung jua tercapai
Angan pun tergadai oleh sang waktu
Ku ingin dirimu

Indah dipandang
Tapi tak jua tergapai
Dan kini matapun tak lagi dapat menjangkaunya
 
Kemana bayang dirimu yang selalu ku nanti??
Walaupun dirimu hanya sekedar bayang dan angan bagiku

Banda Atjeh, 23 Agustus 2010
Di bawah langit mendung, dicurahi hujan berjam-jam


Jumat, 19 November 2010

Lost My Mind

Dekapan malam yang semakin larut,
Tak mampu menahan amarah
Nafas yang memburu,
Jantung yang berdetak,
Berlomba seiring denyutan nadi yang terpacu

Ingin kuhamburkan semua
Agar semua luluh lantak
Agar semua melebur
Bersama hatiku yang tak lagi berbentuk

Ingin kuberteriak kencang
AKU KALAH!!!
AKU KALAH!!!
Tapi,
Perang belum usai

AKU AKAN KEMBALI!!!
AKU AKAN KEMBALI!!! 
Dan akan kuakhiri
Semua yang telah kumulai

Makassar, 20 November 00.57 WITA
Di bawah guyuran temaram'a sang rembulan...

Senin, 25 Oktober 2010

Kembali

Hatiku
Remuk
Hancur
Luluh
Hilang
Entah
Kemana

Hanya tertinggal
Harapan
Hampa
Kosong
Semu
Lemah
Tak berdaya

Akhirnya,
Pergi
Jauh
Dan mati

Aku,
Terpuruk
Aku,
Lelah
Aku,
Tak berdaya

Kuingin
Kembali
Padamu   

Makassar, 26 Oktober 2010
Dengan hati yang terluka...

Sabtu, 23 Oktober 2010

Antara Aku, Guntur, Hujan, dan Dia

Sepi, kurasa sendiri
Di tengah guntur yng menggelegar
Dan hujan yang menderu kencang
Aku kehilangan kata-kata
Pun tak tahu hendak berbuat apa

Semakin menggelegar
Semakin deras menghujam

Wahai guntur!
Jangan kau bentak aku
Aku tahu aku salah
Tapi haruskah kau caci aku?

Wahai hujan!
Dengarkanlah permintaanku yang semakin melemah ini
Sampaikan permintaan maafku untuknya
Aku tak pernah bermaksud menyakitinya
Semua terjadi karena segala keterbatasanku yamg memang tak pantas untuknya

Wahai alam!
Kau mengingatkanku akan saat itu di Nanggroe
Saat guntur berteriak iri karena aku menjaga dia dari gelegarnya
Saat tetesan hujan menari ria di atas bumi
Ketika aku memadu kasih hanya berdua dengannya

Namun kini,
Semua telah usai

Apakah kau puas guntur?
Apakah kau akan meratapi ini hujan?
Apakah ini yang memang ditasbihkan untukku wahai alam?

Semakin melemah
Dengan tenaga yang tersisa ingin ku katakan:

MAAFKANLAH AKU . . . . .

Bandung, 06 Januari 2010

Jumat, 22 Oktober 2010

Kau mengingatkanku akan Nanggroe, hujan!

Tetes demi tetes menitik
Pada ujung genting tempatku berteduh
Terdiam ku di sisi sang jendela
Menikmanti sang hujan
Dan dinginnya desiran angin

Seakan inilah jalan di depan rumah
Saat ku melongok keluar
Padahal ini bukan rumahku
Seakan inilah saat aku bersamanya
Di gubuk tua yang reot di pinggir pantai
Tapi ia tak jua kembali

Helaan panjang nafas menghembus
Menguap di hamparan kaca
Terjaga di antara mimpi dan realita
Hayalanku yang telah menembus batas ruang dan waktu yang ada

Aku tak pernah menyalahkanmu
Dan bukan pula ingin untuk itu, hujan
Tapi aku malah berterima kasih
Atas warna dari masalah yang kau hadirkan kembali di pelupuk mata

Dan aku tak kan bertanya kepadamu
Kenapa ia tak kembali padaku
Tapi aku tetap berharap
Bahwa, suatu saat nanti
Aku kan kembali menggemgam tangannya
Dan memberinya kehangatan
Seperti saat kau buat ia kedinginan
Hingga ia meringkuk dalam dekapku

Aku ingat jalanan di Kota Tua Para Raja
Saat kau guyur deras berjam-jam
Aku merindukan itu semua hujan
Dan kenangan itu kau hadirkan kembali

Sore ini,
Kau mengingatkanku akan Nanggroe, hujan

Bandung, 4 Januari 2010

Kamis, 21 Oktober 2010

Dan penderitaanpun dimulai....

Ku tatap langit yang mencurahkan hujan,
Mencoba menghapus bayang kau dan ragamu...
Tapi tak akan mampu..
Malah deras rintik air terasa bagaikan hujaman peluru yang menusuk sembilu...

Aq jengah dengan keadaan..
Jengah kepada ketololanku yang tak bisa melupakan bias artimu..
Jengah kepada jiwaku yang lemah tanpa bagiannya yang hilang tersapu angin..
Jengah kepada diriku yang kini setengah hidup tapi tak kunjung mati!

Disini...
Di tanah ini..
Di bumi Tuhan ini ku sampaikan pada kalian,
Agar kalian mengerti..

Dan penderitaan pun dimulai....

Bandung, 08 November 2009

Rabu, 20 Oktober 2010

Biarkan Aku Sendiri

Kupahami risaumu
Kurasakan rindumu
Kuratapi pedihmu
Kuyakinkan hatimu

Aku adalah kau
Kau adalah aku
Kita adalah serupa dua jiwa
Yang menyatu dalam sosok kau dan aku

Maaf jika kuabaikan
Maaf jika kuacuhkan
Maaf jika kulupa
Maaf, tetapi sesungguhnya aku tidak

Aku tak pernah abaikan
Tak pula pernah kuacuhkan
Apalagi sampai hati lupakan
Tak pernah terbersit di awangku

Hanya . . . . .

Untuk sementara
Untuk sesaat
Untuk beberapa waktu

Biarkan aku sendiri . . . . .

Bandung, 10 Desember 2009

Jumat, 15 Oktober 2010

Namamu : Rindu

Ku berlayar di lautan tak bertepian..
Sesekali disadarkan ombak yang mendatar..
Aku seperti hilang puncak harapan jua..

Aku puisikan namamu,
Bersama rindu di dalam sendu..

Banda Atjeh, 13 Oktober 2009

Kamis, 07 Oktober 2010

Tentang kisah aku

Sandarkan tubuhku di sebatang pinus tua...
Yang batangnya telah terkelupas kulitnya dimakan usia...
Helaan nafas terasa berat..
Mengingat bebanku yang makin bertambah...
Ini ceritaku kawan..
Walaupun aku harus bersandar, maafkan aku yang membiarkanmu berdiri tegak..
Aq tak sanggup lagi,.
Maka biarlah tegakmu jadi sandaranku..

Terdiam ku gamang dalam rangkaian kata yang terpilin..
Aah...
Desahku dengan putus asa...
Terlalu panjang kawan..
Terlalu panjang...
Dan aku pun tak yakin kau akan sanggup mendengar semuanya...
Aku takut kau malah bosan mendengar keluh kesahku..
Biarlah ku simpan dahulu..
Sampai ku temukan ramuan kata yang tepat untuk menyajikannya..
Aku bangkit menatap pinus tua itu lama..
Terima kasih atas sandaranmu kawan..
Aku berjalan tertatih menjauh tapi kemudian ku tolehkan wajahku seraya berkata:
Jika kau memang ingin mendengar kisah aku, dan mungkin aku tak sempat menceritakannya..
Jangan khawatir!
Kau tanyakan saja pada bumi..
Karena aku akan bercerita pada bumi sembari aku berbaring beristirahat bersamanya nanti..
Dia pasti akan bercerita..

Tentang kisah aku...

Jatinangor, 12 November 2009

Rabu, 06 Oktober 2010

Nanggroe Atjeh, hari ini, lima tahun yang lalu

kenangan itu masih membekas di angan.
sesegar darah yang memancar dari hati yang terluka.
tertulis dengan tinta hitam dari dasar lautan yang bergejolak.
terukir jelas dengan parutan luka yang menganga.

hari ini, lima tahun yang lalu.
kusadari bahwa manusia yang lemah ini merasakan kuasa Sang Agung di balik kekuatan alam.
menghambur,memecah riak kehidupan.
menceraikan hidup dari sang raga.
jiwapun terpaksa merelakan dirinya dalam dekapan sang maut.

hari ini, lima tahun yang lalu
teriakan putus asa membahana ke udara.
Asma Tuhan bergaung ke seluruh penjuru nanggroe.
tangisan anak yang selamat dan kehilangan ibunya memecah kesunyian.
orang tua yang mencari anaknya yang tersapu oleh ombak terus mencari.

hari ini, lima tahun yang lalu.
yakinlah kawan, ini bukan murka Tuhan.
tapi inilah bukti kasih sayang-Nya kepadamu
Dia membebaskanmu dari dunia yang hina ini.
Dia melepaskanmu dari derita tanpa akhir.

nanggroe, hari ini, lima tahun yang lalu.

inilah bukti kasih sayang Tuhan pada umat-Nya

Banda Atjeh, 26 Desember 2009

Seorang wanita yang mencari keluarganya di depan Masjid Raya Baiturrahman
hanya masjid yang masih tegak berdiri setelah kawasan tersebut diterjang tsunami

kapal nelayan yang terdampar di atas perumahan warga

jenazah korban tsunami yang terapung di Sungai Krueng Aceh























Note: Tulisan ini sebenarnya sudah lama, tapi sekarang baru saya poting berhubung karena blog ini baru saya buat.

Biografi Singkat Pablo Neruda (1904-1973)

Pablo Neruda (lahir di Parral, sebuah kota sekitar 300 km di selatan Santiago, Chili, 12 Juli 1904 – meninggal 23 September 1973 pada umur 69 tahun) adalah nama samaran penulis Chili, Ricardo Eliecer Neftalí Reyes Basoalto.
Neruda yang dianggap sebagai salah satu penyair berbahasa Spanyol terbesar pada abad ke-20, adalah seorang penulis yang produktif. Tulisan-tulisannya merentang dari puisi-puisi cinta yang erotik, puisi-puisi yang surealis, epos sejarah, dan puisi-puisi politik, hingga puisi-puisi tentang hal-hal yang biasa, seperti alam dan laut. Novelis Kolombia, Gabriel García Márquez menyebutnya "penyair terbesar abad ke-20 dalam bahasa apapun". Pada 1971, Neruda dianugerahi Penghargaan Nobel dalam Sastra.
Pada masa hidupnya, Neruda terkenal karena keyakinan-keyakinan politiknya. Sebagai seorang komunis yang vokal, ia pernah sebentar menjadi senator untuk Partai Komunis Chili di Kongres Chili sebelum terpaksa mengasingkan diri.
Nama samaran Neruda diambil dari nama penulis dan penyair Ceko, Jan Neruda; belakangan nama ini menjadi nama resminya.

Neruda dilahirkan di Parral, sebuah kota sekitar 300 km di selatan Santiago. Ayahnya, José del Carmen Reyes Morales, seorang pegawai kereta api; ibunya, Rosa Neftalí Basoalto Opazo, seorang guru sekolah yang meninggal dua bulan setelah ia dilahirkan. Neruda dan ayahnya segera pindah ke Temuco, dan di sana ayahnya menikahi Trinidad Candia Malverde, seorang perempuan yang sembilan tahun sebelumnya melahirkan anak untuknya, anak lelaki bernama Rodolfo. Neruda juga bertumbuh dengan saudara tirinya, Laura, salah seorang anak ayahnya dari perempuan lain.
Neruda muda dipanggil "Neftalí", nama almarhumah ibunya. Minatnya dalam tulis-menulis dan sastra ditentang ayahnya, namun ia mendapatkan dorongan dari orang lain, termasuk Gabriela Mistral yang kelak mendapatkan Hadiah Nobel, saat itu kepala sekolah putri setempat. Karyanya yang pertama diterbitkan ditulisnya untuk harian setempat, La Mañana, pada usia 13 tahun: Entusiasmo y perseverancia ("Antusiasme dan Kegigihan"). Pada 1920, ketika ia mengambil nama samaran Pablo Neruda, ia sudah banyak menerbitkan puisi, prosa, dan jurnalisme.

Pada tahun berikutnya (1921), ia pindah ke Santiago untuk belajar bahasa Prancis di Universidad de Chile dengan maksud menjadi guru, namun ia segera menghabiskan waktunya sepenuhnya untuk menulis puisi. Pada 1923 kumpulan puisinya yang pertama, Crepusculario ("Buku Senja"), diterbitkan, dan tahun berikutnya terbit Veinte poemas de amor y una canción desesperada ("Dua puluh Puisi Cinta dan Nyanyian Putus Asa"), kumpulan puisi cinta yang kontroversial karena sifatnya yang erotik. Kedua karyanya itu mendapatkan pujian kritis dan diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa. Selama dekade-dekad berikutnya, Veinte poemas terjual berjuta-juta kopi dan menjadi karya Neruda yang paling terkenal.
Reputasi Neruda makin berkembang di dalam maupun di luar Chili, namun ia hidup dalam kemiskinan. Pada 1927, karena putus asa, ia menerima jabatan sebagai konsul kehormatan di Rangoon, yang saat itu merupakan bagian dari kolonial Burma, tempat yang belum pernah didengarnya sebelumnya. Kemudian ia melakukan kerja serabutan di Kolombo (Sri Lanka), Batavia (Indonesia), dan Singapura. Di Jawa ia bertemu dan menikahi istrinya yang pertama, seorang Belanda pegawai bank yang tinggi badannya, bernama Maryka Antonieta Hagenaar Vogelzang. Sementara menjalani tugas diplomatik, Neruda banyak membaca puisi dan bereksperimen dengan berbagai bentuk puisi. Ia menulis jilid pertama dari kumpulan puisinya yang dua jilid Residencia en la tierra, (Menetap di Negeri) yang mencakup banyak puisi surealis, yang belakangan menjadi terkenal.

Neruda dan istri keduanya, Delia del Carril
Setelah kembali ke Chili, Neruda mendapatkan pos diplomatik di Buenos Aires dan kemudian di Barcelona, Spanyol. Belakangan ia menggantikan Gabriela Mistral sebagai konsul di Madrid, dan di sana ia menjadi pusat dari kalangan sastra yang hidup, bersahabat dengan penulis-penulis seperti Rafael Alberti, Federico García Lorca, dan penyair Peru, César Vallejo. Seorang anak perempuan, Malva Marina Trinidad, dilahirkan di Madrid; namun ia kemudian mengalami banyak masalah kesehatan sepanjang hidupnya yang singkat. Pada masa ini pula, Neruda perlahan-lahan menjadi kian terasing dari istrinya dan kemudian tinggal dengan Delia del Carril, seorang perempuan Argentina yang dua puluh tahun lebih tua daripadanya dan akhirnya menjadi istri keduanya.

Ketika Spanyol semakin tenggelam dalam perang saudara, Neruda menjadi sangat terlibat dalam politik untuk pertama kalinya. Pengalaman-pengalamannya dengan Perang Saudara Spanyol dan sesudahnya mengubahnya dari o u individualistic, yang terpusat ke dalam menjadi orang yang mempunyai komitmen sosial dan solidaritas yang lebih besar. Neruda menjadi seorang komunis yang serius dan bertahan demikian hingga akhir hayatnya. Politik kiri radikal dari teman-temannya sesama penulis, maupun dari del Carril, merupakan factor-faktor yang mendukung, tetapi dorongan yang paling penting adalah hukuman mati atas García Lorca oleh pasukan-pasukan yang setia kepada Francisco Franco. Melalui pidato-pidato dan tulisan-tulisannya Neruda memberikan dukungannya terhadap pihak Republik, lalu menerbitkan kumpulan puisinya yang berjudul España en el corazón ("Spanyol di dalam Hatiku"). Istri dan anak Neruda pindah ke Monte Carlo; dan ia tidak pernah lagi bertemu dengan mereka. Ia tetap tinggal dengan del Carril di Prancis.
Setelah pemilihan Presiden Pedro Aguirre Cerda pada 1938, yang didukung Neruda, ia diangkat menjadi konsul khusus untuk emigrasi Spanyol di Paris. Di sana Neruda diberikan tanggung jawab untuk apa yang disebutnya “misi yang paling mulia yang pernah saya laksanakan”: mengirim 2.000 pengungsi Spanyol, yang telah ditampung oleh Prancis di kamp-kamp yang kotor, ke Chili di sebuah kapal tua yang bernama Winnipeg. Neruda kadang-kadang dituduh mengutamakan kaum komunis untuk beremigrasi, sementara yang lainnya yang juga pernah berjuang di pihak Republik, diabaikan. Yang lainnya menyangkal tuduhan-tuduhan itu, sambil menunjukkan bahwa Neruda hanya memilih beberapa ratus pengungsi secara pribadi, dan sisanya dipilih oleh Dinas Evakuasi Pengugnsi Spanyol, yang dibentuk oleh Juan Negrín, Presiden pemerintahan Republik Spanyol di pengungsian.

Pos diplomatik Neruda berikutnya adalah sebagai Konsul Jenderal di Mexico City, dan di sana ia tinggal dari 1940 hingga 1943. Ketika di Meksiko, ia menceraikan Hagenaar, menikahi del Carril, dan kemudian mendengar bahwa anak perempuannya telah meninggal, pada usia 8 tahun, di Belanda yang diduduki Nazi, karena berbagai masalah kesehatannya. Ia pun menjadi sahabat dari pembunuh Stalinis Vittorio Vidali. Setelah gagalnya upaya pembunuhan terhadap Leon Trotsky tahun 1940, Neruda, atas permintaan Presiden Meksiko Manuel Ávila Camacho, mengatur visa Chili untuk pelukis Meksiko, David Alfaro Siqueiros, yang dituduh sebagai salah satu anggota komplotan itu. Hal ini memugnkinkan Siqueiros, yang saat itu dipenjarakan, meninggalkan Meksiko dan berangkat ke Chili. Di sana ia tinggal di rumah pribadi Neruda. Sebagai ganti atas bantuan Neruda, Siqueiros menghabiskan waktu satu tahun melukis dinding di sebuah sekolah di Chillán. Dalam memoarnya, Neruda menolak tuduhan-tuduhan bahwa ia bermaksud menolong seorang pembunuh dan menyebutnya sebagai "pelecehan sensasionalis politik-sastra".Pada 1943, setelah kembali ke Chili, Neruda melakukan perjalanan ke Peru, dan di sana ia mengunjungi Machu Picchu. Keindahan benteng Inka itu kelak mengilhaminya menulis Alturas de Macchu Picchu, sebuah puisi yang satu buku tebalnya ditulis dalam 12 bagian yang diselesaikannya pada 1945. Puisinya ini menandai kesadaran dan minatnya yang kian berkembang terhadap peradaban kuno bangsa Amerika: tema-tema yang kelak dijelajahinya lebih lanjut dalam puisinya Canto general. Dalam karyanya ini, Neruda memuji keberhasilan Machu Picchu, tetapi juga mengutuk perbudakan yang telah memungkinkan pembangunannya.. Dalam Canto XII, ia berseru kepada orang-orang yang telah mati selama berabad-abad sebelumnya agar dilahirkan kembali dan berbicara melalui dirinya. Martin Espada, penyair dan professor tulisan kreatif di Universitas Massachusetts, memuji karya ini sebagai maha karya, dan menyatakan bahwa “tidak ada lagi puisi politik yang besar daripada ini.”.Didorong oleh pengalaman-pengalamannya dalam Perang Saudara Spanyol, Neruda, seperti banyak intelektual kiri dari generasinya, akhirnya mengagumi Uni Soviet yang saat itu dipimpin Joseph Stalin, sebagian karena peranannnya dalam mengalahkan Jerman Nazi. Pada 1953 Neruda dianugerahi Hadiah Perdamaian Stalin. Pada saat kematian Stalin pada tahun yang sama, Neruda menulis sebuah ode untuknya, seperti juga yang pernah ditulisnya (pada Perang Dunia II) untuk Fulgencio Batista dan belakangan Fidel Castro. Neruda akhirnya menyesali dukungannya untuk pemimpin Rusia itu, setelah Pidato Rahasia Nikita Kurschev pada Kongres ke-20 Partai pada 1956. Di dalam pidatonya itu Kruschev mengecam "kultus individu" yang mengelilingi Stalin dan menuduhnya melakukan kejahatan-kejhatan selama Pembersihan Besar, Neruda menulis dalam memoarnya “Saya telah ikut menyumbangkan bagian saya dalam kultus individu itu,” sambil menjelaskan bahwa “pada masa-masa itu, kami melihat Stalin bagaikan sang penakluk yang telah menghancurkan tentara Hitler.” Tentang kunjungannya berikutnya ke Tiongkok pada 1957, Neruda kelak menulis: "Yang menjauhkan saya dari proses revolusioner Tiongkok bukanlah Mao Tse-tung melainkan Mao Tse-tungisme", yang dinamainya Mao Tse-Stalinisme: "pengulangan sebuah kultus terhadap dewa Sosialis". Namun demikian, meskipun ia kecewa terhadap Stalin, Neruda tidak pernah kehilangan keyakinannya terhadap komunisme dan tetap setia kepada “Partai”. Karena kuatir akan memberikan peluru kepada lawan-lawan ideologisnya, belakangan ia menolak untuk mengutuk secara terbuka penindasan yang dilakukan Soviet terhadap para penulis pembangkang, seperti Boris Pasternak dan Joseph Brodsky: suatu sikap yang bahkan para pendukungnya yang paling gigih pun tidak bersedia terima.Pada 4 Maret 1945 Neruda terpilih menjadi senator dari Partai Komunis untuk provinsi-provinsi utara, yaitu Antofagasta dan Tarapacá di Gurun Pasir Atacama yang kering dan kejam. Ia secara resmi bergabung dengan Partai Komunis Chili empat bulan kemudian.

Pada 1946, kandidat pemilu presiden dari Partai Radikal, Gabriel González Videla meminta Neruda untuk menjadi manajer kampanenya. González Videla didukung oleh sebuah koalisi partai-partai sayap kiri dan Neruda berkampanye dengan gigih atas namanya. Namun demikian, begitu mendapatkan jabatan, González Videla berbalik melawan Partai Komunis. Titik perpisahan bagi Senator Neruda terjadi ketikga ia menindas dengan penuh kekerasan pemogokan para buruh tambang yang dipimpin komunis di Lota pada Oktober 1947. Para buruh yang mogok itu digiring ke penjara-penjara militer di pulau dan kamp konsentrasi di kota Pisagua. Kritik Neruda terhadap González Videla memuncak dalam sebuah pidato dramatisnya di Senat Chili pada 6 Januari 1948 yang diberi judul Yo acuso ("Aku menuduh"), dan dalam isi pidatonya itu ia menyebutkan keras-keras nama-nama para buruh tambang dan keluarga mereka yang dipenjarakan di kamp konsentrasi itu.

Beberapa minggu kemudian, Neruda bersembunyi dan ia beserta istrinya diselundupkan dari rumah ke rumah, disembunyikan oleh para pendukung dan pengagumnya selama 13 bulan berikutnya. Sementara dalam persembunyian, Senator Neruda disingkirkan dari jabatannya dan pada September 1948 Partai Komunis sama sekali dilarang berdasarkan Ley de Defensa Permanente de la Democracia (UU untuk Mempertahankan Demokrasi secara Permanen), yang disebut oleh para kritikusnya sebagai Ley Maldita ("UU Terkutuk"), yang menghapuskan lebih dari 26.000 orang dari daftar pemilih, dan dengan demikian mencabut hak-hak mereka untuk memilih. Kehidupan Neruda di bawah tanah berakhir pada Maret 1949 ketika ia melarikan diri menyeberangi Pegunungan Andes ke Argentina dengan menunggang kuda. Ia hampir tenggelam ketika menyeberangi Sungai Curringue. Kelak ia mengisahkan kembali pelariannya dari Chili dalam kuliah Hadiah Nobelnya.

Begitu keluar dari Chili, ia hidup selama tiga tahun berikutnya di pembuangan. Di Buenos Aires seorang sahabat Neruda, novelis Miguel Ángel Asturias yang belakangan mendapatkan Hadiah Nobel, menjadi atase kebudayaan di kedutaan besar Guatemala. Antara keduanya ini ada beberapa kesamaan, karena itu Neruda pergi ke Eropa dengan menggunakan paspor Asturias. Pablo Picasso mengatur masuknya ia ke Paris dan Neruda melakukan penampilan kejutan di sana di hadapan Kongres Kekuatan Damai Dunia yang tercengang. Sementara itu, pemerintah Chili menyangkal bahwa penyair itu bisa melarikan diri dari negerinya.
Tiga tahun berikutnya dihabiskan Neruda dengan berkeliling di seluruh Eropa dan melakukan perjalanan ke India, RRC, dan Uni Soviet. Perjalanannya ke Meksiko pada akhir 1949 diperpanjang karena ia mengalami serangan flebitis. Seorang penyanyi Chili yang bernama Matilde Urrutia dipekerjakan untuk merawatnya, dan keduanya mulai mengadakan affair, dan bertahun-tahun kemudian berakhir dengan pernikahan. Pada masa pembuangannya, Urrutia membayang-bayangi Neruda dan mereka mengatur pertemuan-pertemuan setiap kali hal itu memungkinkan.

Sementara di Meksiko, Neruda juga menerbitkan puisi epiknya yang panjang Canto General, sebuah katalog sejarah, geografi, dan flora serta fauna Amerika Selatan dalam gaya Whitmania, disertai oleh pengamatan dan pengalaman Neruda. Banyak daripadanya berkaitan dengan masa hidupnya di bawah tanah di Chili, yaitu masa ketika ia menyusun sebagian besar dari puisi itu. Malah, ia membawa naskahnya bersamanya ketika ia melarikan diri dengan menunggang kuda. Sebulan kemudian, sebuah edisi yang lain yang terdiri dari 5.000 kopi dengan berani diterbitkan di Chili oleh Partai Komunis yang telah dilarang, berdasarkan naskah yang telah ditinggalkan Neruda.

Pada tahun 1952 ia tinggal di sebuah vila milik sejarahwan Italia, Edwin Cerio di pulau Capri yang dijadikan fiksi dalam film yang terkenal Il Postino ("Tukang Pos", 1994).

Pada 1952, pemerintah diktatur González-Videla hampir rontok, karena diperlemah oleh berbagai skandal korupsi. Partai Sosialis Chili sedang dalam proses mencalonkan Salvador Allende sebagai kandidatnya untuk pemilu presiden September 1952 dan sangat mengharapkan kehadiran Neruda — yang kini merupakan tokoh sastra sayap kiri Chili yang paling terkemuka — untuk mendukung kampanye itu.
Neruda kembali pada Agustus tahun itu dan bergabung dengan Delia del Carril, yang telah mendahuluinya beberapa bulan kemudian, namun perkawinan mereka berada di ambang kehancuran. Del Carril akhirnya mengetahui hubungannya dengan Mathilde Urritia dan meninggalkannya pada 1955, lalu kembali ke Eropa. Neruda yang kini bersatu dengan Urrutia, menghabiskan sisa hidupnya di Chili, kecuali kunjungannya ke luar negeri yang sangat banyak jumlahnya dan penugasannya sebagai duta besar Allende untuk Prancis dari 1970 hingga 1973.

Pada saat ini, Neruda menikmati kemasyhurannya di seluruh dunia sebagai seorang penyair, dan buku-bukunya diterjemahkan ke dalam semua bahasa utama dunia. Ia juga sangat vokal dalam masalah-masalah politik, dengan berani menentang AS pada masa krisis misil Kuba (belakangan dalam decade itu ia pun berulang-ulang mengutuk AS karena Perang Vietnam). Tetapi menjadi salah seorang intelektual kiri yang paling bergengsi dan lantang pun mengundang oposisi dari lawan-lawan ideologisnya. Kongres untuk Kebebasan Budaya, sebuah organisasi anti komunis yang diam-diam dibentuk dan didanai oleh CIA, memilih Neruda sebagai salah satu target utamanya dan melakukan kampanye untuk meruntuhkan reputasinya, dengan menghidupkan kembali klaim lama bahwa ia telah ikut terlibat dalam serangan terhadap Trotsky di Mexico City pada 1940. Kampanye itu menjadi kian intensif ketika diketahui bahwa Neruda menjadi salah satu kandidat untuk Hadiah Nobel 1964, yang akhirnya diberikan kepada Jean-Paul Sartre.

Pablo Neruda (kiri) bersama Arthur Miller (kanan) di New York City, USA.
Pada 1966, Neruda diundang menghadiri konferensi PEN Internasional di New York City. Resminya ia dilarang masuk ke AS karena ia komunis, namun penyelenggara konferensi, penulis drama Arthur Miller, akhirnya berhasil meyakinkan pemerintahan Johnson untuk memberikan visa kepada Neruda. Neruda membacakan puisi di gedung-gedung yang padat, dan bahkan merekam beberapa pembacaan puisinya untuk Perpustakaan Kongres. Miller belakangan mengatakan bahwa Neruda menjadi komunis pada tahun 1930-an sebagai akibat dari keterasingannya yang berkepanjangan dari "masyarakat borjuis". Karena kehadiran banyak penulis Blok Timur, pengarang Meksiko, Carlos Fuentes belakangan menulis bahwa konferensi itu menandai "permulaan dari berakhirnya" Perang Dingin.
Sekembalinya ke Chili, Neruda singgah di Peru, dan membacakan puisi di depan khalayak yang menyambutnya hangat di Lima dan Arequipa. Ia pun diterima oleh Presiden Fernando Belaúnde Terry. Namun demikian, kunjungannya menimbulkan akibat yang tidak menyenangkan. Pemerintah Peru sebelumnya telah menentang pemerintahan Fidel Castro di Kuba. Pada Juli 1966 datang pembalasan terhadap Neruda dalam bentuk surat yang ditandatangani lebih dari 100 intelektual Kuba yang menuduh Neruda berkolusi dengan musuh dan menyebutnya contoh dari “revisionisme pro-Yankee yang pengecut” yang marak saat itu di Amerika Latin. Masalah ini menyakitkan Neruda karena sebelumnya ia secara terbuka mendukung revolusi Kuba. Sejak itu ia tak pernah berkunjung lagi ke pulau itu, meskipun mendapatkan undangan pada 1968.
Setelah kematian Che Guevara di Bolivia pada 1967, Neruda menulis sejumlah artikel yang menyesali kematian seorang “pahlawan besar”, namun diam-diam ia mengutuk petulangan Guevara.

Pada 1970, Neruda terpilih sebagai kandidat presiden Chili, namun akhirnya ia memberikan dukungannya kepada Salvador Allende, yang belakangan menang pemilu dan dilantik pada 1970 sebagai kepala negara sosialis pertama yang terpilih secara demokratis. Tak lama kemudian, Allende mengangkat Neruda sebagai duta besar Chili di Prancis (dari 1970-1972; penempatan diplomatiknya yang terakhir). Neruda kembali ke Chili dua setengah tahun kemudian karena kesehatannya memburuk.

Sementara kerusuhan 1973 berlangsung, Neruda, yang saat itu sekarat karena kanker prostat, merasa hancur karena serangan-serangan yang kian meningkat terhadap pemerintahan Allende. Kudeta militer akhirnya yang dipimpin oleh Jenderal Augusto Pinochet pada 11 September menyebabkan harapan Neruda akan Chili yang sosialis dan demokratis akhirnya terkubur. Tak lama kemudian, ketika rumah dan halamannya digeledah di Isla Negra oleh tentara Chili, yang dihadiri sendiri oleh Neruda, ia membuat pernyataan yang terkenal:
Carilah — hanya ada satu benda yang berbahaya untuk kalian di sini — puisi.
Neruda meninggal karena leukemia pada malam 23 September 1973, di Klinik Santa María, Santiago. Setelah kematiannya, rumah Neruda yang di Valparaiso maupun Santiago dijarah dan dirusak. Istrinya memindahkan jenazahnya untuk dibaringkan di rumah pasangan itu di La Chascona, Santiago, yang berantakan, karena baru saja diserang habis-habisan oleh tentara, sebagai cara untuk mengalihkan perhatian dunia dari perilaku junta Pinochet yang sedang berkuasa. Pemakamannya berlangsung di bawah pengawasan polisi dengan besar-besaran, dan para pengunjung memanfaatkan kesempatan ini untuk memprotes rezim Pinochet.

Matilde Urrutia kemudian menyusun dan menyunting catatan kenangan yang telah dikerjakan Neruda hanya beberapa hari sebelum kematiannya, untuk diterbitkan. Catatan-catatan ini dan aktivitas-aktivitasnya yang lain menyebabkan Urrutia terlibat konflikd engan pemerintahan Pinochet, yang terus-menerus berusaha mengurangi pengaruh Neruda terhadap kesadaran kolektif bangsa Chili. Memang, puisi-puisi Neruda dilarang di Chili oleh pemerintah junta hingga dipulihkannya demokrasi pada 1990. Kenangan Urrutia sendiri, My Life with Pablo Neruda (Hidupku bersama Pablo Neruda), diterbitkan secara anumerta pada 1986.
Neruda mempunyai tiga rumah di Chili; kini ketiganya dibuka untuk umum sebagai museum: La Chascona di Santiago, La Sebastiana di Valparaíso, dan Casa de Isla Negra di Isla Negra, tempat ia dan Matilde Urrutia dikebumikan.

Pablo Neruda dan Ilya Ehrenburg di  Santiago street
Soneta II diambil dari kumpulan Cien sonetos de amor ("100 Soneta Cinta") yang terbit pada 1959.
Amor, cuántos caminos hasta llegar a un beso, qué soledad errante hasta tu compañía!
Siguen los trenes solos rodando con la lluvia.
En Taltal no amanece aún la primavera.
Pero tú y yo, amor mío, estamos juntos,
juntos desde la ropa a las raíces,
juntos de otoño, de agua, de caderas,
hasta ser sólo tú, sólo yo juntos.
Pensar que costó tantas piedras que lleva el río,
la desembocadura del agua de Boroa,
pensar que separados por trenes y naciones
tú y yo teníamos que simplemente amarnos,
con todos confundidos, con hombres y mujeres,
con la tierra que implanta y educa los claveles.

Kasihku, berapa banyak jalan harus kutempuh untuk mendapatkan ciuman,
berapa kali aku tersesat kesepian sebelum menemukanmu!
Kereta kini melaju menembus hujan tanpa diriku.
Di Taltal musim semi belum kunjung tiba.
Tapi aku dan engkau, kasihku, kita bersama-sama,
bersama dari pakaian hingga tulang,
bersama di musim gugur, di air kita, di pinggul,
hingga akhirnya hanya engkau, hanya daku, kita berdua.
Bayangkan betapa semua bebatuan itu diangkut sungai,
mengalir dari mulut sungai Boroa;
bayangkan, betapa bebatuan itu dipisahkan oleh kereta dan bangsa
Kita harus saling mencinta,
sementara yang lainnya semua kacau, laki-laki maupun perempuan,
dan bumi yang menghidupkan bunya anyelir.
Terjemahan dari teks Inggris oleh David Short

Pablo Neruda sebagai kandidat Presiden pada tahun 1970.

Nyanyian Kekasih

Nyanyian gemerisik kekasih yang aku rindu
Selalu membasahi hatiku

Sepanjang hari kudengar di luar pintu
Nyanyian indah kekasih yang aku rindu
Kudengar hingga senja gelap
Tetap kudengar hingga malam aku tertidur

Dengan irama nyanyian yang beralun
Aku terlelap
Tidur sepi sendirian
Aku tertidur pulas

Tapi, kala aku terbangun
Nyanyian kekasihku hilang lenyap
Kian kudengar nyanyian kekasihku
Kian aku lupa semuanya

Kim Sowol ( 1902 - 1934 )

Minggu, 03 Oktober 2010

Curahan Hati Seorang (yang mungkin) Posesif

Kuhela nafas panjang,
Terasa berat
Rasanya malu aku untuk ungkapkan ini
Baik kepadamu atau kepada orang lain

Tapi yang aku tahu pasti
Aku harus jujur padamu apapun itu
Walau terasa berat menindih

Baiklah, kini kumulai semuanya
Sejujurnya, aku tak rela
Jika pandanganmu tertuju kepada selain aku
Ketika aku berada di sisimu

Aku juga tak rela, sebenarnya
Jika senyummu yang amat sangat mempesona itu tertuju kepada lelaki lain
Yang menurutku tidak berhak menerima itu

Aku bahkan takkan pernah rela dan mengizinkan
Jika sela-sela jemarimu yang diciptakan Tuhan
Untuk kugenggam dengan tanganku disisipi oleh jari-jari lelaki
Yang bahkan tak pantas untuk memandangmu
Karena kau memang diciptakan hanya untuk aku

Maaf, jika aku terkesan memaksa
Maaf, jika aku mengeluarkan egoku yang tertinggi
Maaf, karena sesungguhnya rasa cintakulah yang membuatku begini

Maaf, karena aku lelaki

 Jatinangor, 10 Desember 2009